Sabtu, 20 Desember 2014

Substansi Business Intelligence

Baru di tahun 2007, saya membaca suatu tulisan Business Intelligence (BI) yang disusun dalam perspektif non-IT oleh Scott Moeller & Chris Brady. Dalam tulisannya ia menyatakan bahwa BI adalah suatu hal yang sangat menentukan untuk survival dan sustainability perusahaan.

Dalam setiap situasi dan kondisi, manajemen suatu perusahaan secara berkesinambungan berintrospeksi tentang apa yang sedang dilakukan, apa yang akan akan dilakukan, dan apakah perusahaan sedang berjalan kesuatu arah yang aman/selamat bagi stakeholder dalam jangka panjang. Kebijakan dan keputusan yang berkualitas tentang hal ini sangat amat ditentukan oleh intelligence yang berkualitas.

Kutipan dibawah ini bermanfaat untuk pemahaman kita akan intelligence:

“It will not do to act without knowing the condition; and to know the condition is impossible without intelligence”

Menciptakan intelligence yang berkualitas, dilakukan dengan continuous improvement terhadap sesuatu yang disebut oleh Stafford Beer sebagai “System Four: The Intelligence System”. Beer menyatakan bahwa ada 5 fungsi yang harus ada dalam setiap organisasi apabila ia ingin survive:
  1. System One: Operation
  2. System Two: Coordination
  3. System Three: Monitoring
  4. System Four: Intelligence
  5. System Five: Policy
Perlu juga dipahami bahwa kegagalan intelligence dapat terjadi, walaupun seluruh informasi tersedia, karena kurangnya analisa yang mana hal tersebut dibutuhkan untuk mengambil kebijakan atau keputusan.

Saya tidak setuju dengan pernyataan bahwa System Three: focus on Internal & Present dan System Four: focus on External & Future, karena kelima sistem tersebut menerima input informasi dari, dan memberikan output informasi kepada internal dan eksternal. Perlu disadari bahwa pengembangan sistem seringkali lebih focus on Internal & Present dan kurang focus on External & Future, dan perlu juga diakui Internal & Present lebih mudah dibanding External & Future.

Kalau bisa disebut ‘produk’, System Four menghasilkan output sebagai berikut:
  1. Immediate intelligence; biasanya tersedia 24 jam, bersifat open source, no analysis, alert basis/daily briefing.
  2. Continuing intelligence; suatu analisa regular yang tedokumentasi dalam suatu database penampungan informasi. Produk ini memerlukan monitoring secara konsisten terhadap internal, eksternal, tren, anomali dll yang berpengaruh terhadap survivability organisasi.
  3. Technical Intelligence; biasanya organisasi mendekatkan diri pada lembaga-lembaga riset untuk terus dapat up-to-date terhadap perkembangan teknologi.
  4. Analytical Intelligence; perlu dikembangkan indikator2 yang lengkap. Isinya adalah environment scanning (sektor, peraturan, politik, sosial). Sinyalemen dari lingkungan yang muncul kemudian diperiksa terhadap indikator yang sebelumnya dikembangkan. Untuk menghasilkan produk ini, perusahaan harus mengembangkan absortive capacity, yaitu kemampuan organisasi untuk mengetahui value dari informasi, mencerna-nya dan mengaplikasikan bagi perusahaan. Tidak kalah penting sebagai bagian dari produk ini adalah scenario planning.
  5. Internal Intelligence Consulting; memasukkan analyst dalam tim proyek sehingga ia mampu memberikan input intelligence tepat waktu dan tepat guna.
  6. Activated Intelligence; dilakukan atas permintaan client (internal) dan dibuat khusus untuk permintaan tersebut. Seringkali dibutuhkan ketika negosiasi/kerjasama/perjanjian sedang dilakukan.
  7. Counter intelligence; mencakup aktifitas yang dilakukan untuk melindungi perusahaan agar damage bisa diminimalisir. Sebaiknya hal ini dilakukan atas output System Five. Walaupun sulit dikendalikan, sebelum produk ini di-distribusikan, harus dipikirkan matang-matang efek pantulnya (ricochet effect) agar tidak disesali kemudian.
System Four yang berkualitas dapat membedakan input informasi, dis-informasi (hasil counter intelligence) dan noise. Agar Produk intelligence berkualitas, inputnya harus bersih dari dis-informasi dan noise. Membersihkan input dari dis-informasi dan noise membutuhkan tenaga dan waktu, hal ini tidak perlu dipandang sebagai suatu biaya.

Walupun kita sadar bahwa External & Future intelligence adalah komponen yang substansial terhadap strategi perusahaan; menyakinkan organisasi agar ia mau memandang hal ini sebagai fungsi yang harus dijalankan, tidaklah mudah. Ini suatu permasalahan budaya organisasi, yang sering terlewat dalam Risk Assessment. Adapun perlu disadari potensi insentif intelektual yang didapat individu-individu organisasi apabila ia menjalankannya. Karena bukan biaya, investasi terbesarnya adalah kesabaran dan ketekunan.

 ‘The race for survival in this world is not to the strongest but to the most adaptive’.